Frühling;
.
.
—Spring
.
.
Chapter
22: Mugen
.
.
Perlukah kukatakan padamu, kau
membawa efek kejut di setiap detik hari-hari statisku?
“Aku bisa
merasakan, Shiro benar-benar mencintaimu.”
Akihiro
menutur pelan, tangannya terulur untuk memberikan sebuah helm pada Kanae. Gadis
itu hanya menatap Akihiro dengan kerutan samar yang muncul di dahinya.
“Kedengarannya
seperti kau sedang mengaku kalah? Kurang percaya diri, eh?” Balas gadis itu
sembari merotasikan kedua mata besarnya.
Akihiro
mendengus, merapikan jaketnya sekaligus memakai helm miliknya, “dalam mimpimu,
Kanae.”
Tawa
renyah terdengar kemudian dari mulut Kanae, membuat Akihiro mau tak mau ikut
tertawa. Sudah pernahkah ia bilang? Tawa gadis itu menular.
Mesin
motor telah terdengar menderung, kali ini, tanpa Akihiro minta, Kanae segara
naik dan melingkarkan kedua tangan di pinggangnya. Diam-diam, pria itu
tersenyum.
“Seberapa
persen kau yakin cintamu lebih besar dari milik Nii-san, Akihiro?” Kanae semakin mengeratkan pelukannya ketika
Akihiro menjalankan motor. Angin menerpa wajahnya, beberapa helai rambutnya
yang mendesak keluar dari helm melambai-lambai seolah menari.
Sayup-sayup,
gadis itu mendengar Akihiro menjawab pertanyaannya.
“Mugen.[1]”
To
Be Continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar