Frühling;
.
.
—Spring
.
.
Chapter
16: Thank You
.
.
Di
hari itu, ada banyak pertanyaan yang menyambangi sudut pikiran Kanae. Di antara
angin malam musim semi yang mendingin, pasar malam dadakan yang diadakan tepat
di bawah pohon sakura, setangkup takoyaki pasar yang bahkan terasa terlalu asin
di pengecapnya, genggaman Akihiro yang menghangatkan telapak tangannya, juga
detakkan cepat yang terasa di dalam rongga dadanya.
Suara
tawa terdengar mendominasi sekelilingnya. Lampu-lampu kecil masih berkerlipan,
seolah menantang para kunang-kunang yang ingin merajai malam. Aroma harum manis
dan takoyaki berlomba-lomba memasuki indera penciuman orang-orang di sana.
Teriakan keras, umpatan canda, pedagang yang saling menawarkan.
Kesederhanaan
kecil itu, tanpa sadar, telah membawa kemewahan tersendiri bagi Kanae.
Di
sekelilingnya, orang-orang memakai setelan daster dan mantel murah untuk
menghalau dingin. Sandalnya jepit dan terlihat kotor dan sedikit sobek di
sana-sini. Rambut mereka kusut, tubuh mereka dekil. Tetapi tawa mereka sungguh
lebar. Seolah mereka adalah orang paling bahagia di dunia ini.
“Apa
yang kau pikirkan?”
Suara
Akihiro terdengar di antara resonansi di sekitarnya. Setangkai harum manis
terulur tepat di depan wajah Kanae. Berwarna merah muda pudar. Kanae
menerimanya, membuka segelnya dan memakannya dalam diam. Terasa sedikit terlalu
manis, juga pahit. Mungkin mereka memakai gula biang atau semacamnya. Tentu
saja, ini sangat murah. Tapi rasanya tetap menyenangkan.
“Kak
Shiro bisa membunuhmu, kau tahu.”
Ucapan
itu terlontar bersama senyum tulus yang Kanae umbar. Belah pipinya, entah
mengapa, terlihat merona merah. Akihiro menyadarinya.
“Makanya,
jangan bilang—“ Akihiro melangkah maju, merapatkan jarak antara dirinya dengan
gadis pemilik mata hitam itu. Mereka berada tepat di bawah pohon sakura, yang
merah mudanya tetap bersinar bahkan di antara kelamnya malam.
Akihiro
menaut mata Kanae. Gadis itu sangat cantik. Senyumnya merekah di balik kesan
angkuh yang mengelilinya. Gadis itu memikat. Di antara sarkasme kental juga
ungkapan-ungkapan kasar bibirnya. Gadis itu mematikan. Di antara pohon sakura
juga langit malam beserta isinya.
Kanae
merasakan sentuhan lembut pada wajahnya, jemari Akihiro berada di sana.
Menularkan segala perasaan yang dimiliki pria bermata madu itu. Pria itu
tersenyum, senyum yang membuat kedua lutut Kanae terasa melemah, jika ia tak
mengepalkan tangan sekadar mencari kekuatan di sana.
Lalu,
dengan gerakan cepat—secepat bayangannya sendiri, tubuh Akihiro semakin
mendekat, hingga Kanae tak dapat lagi melihat binaran di kedua mata cokelatnya
itu.
Dan,
sentuhan hangat di kening Kanae dapatkan setelahnya.
“Terima
kasih untuk senyummu hari ini, Kanae.”
Katanya,
di antara keheningan itu.
Dan
ketika Kanae sadar Akihiro tengah mencium keningnya, ia hanya memejamkan mata
seraya membalas pelan.
“Sama-sama.”
Dan terima kasih untuk semua kesederhanaan
yang manis ini, Akihiro.
To
Be Continued.
Ah, day 16! 406 words untuk segala kegombalan Akihiro ;p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar