Followers

Jumat, 18 Oktober 2013

Why should I?

Gue nggak pernah berpikir bagaimana bisa gue terjebak sampai di sini. Di cita-cita gue. Di mimpi-mimpi gue.

Gue nggak pernah berpikir sebelumnya, kenapa harus menulis? Kenapa harus membaca? Kenapa harus buku-buku? Kenapa harus sastra? Dan, kenapa harus guru?

Gue nggak sempat berpikir bahwa gue akan menjadi seseorang yang sibuk mengolah kata di microsoft word. Mempunyai folder khusus berisi ratusan dokumen-dokumen yang sebagian besar adalah dokumen microsoft word. Berisi berbagai kalimat 'random' yang akhirnya menjadi judul dari dokumen itu sendiri. Berisi berbagai projek penulisan yang semakin hari akan semakin menumpuk. Yang saat sesekali gue buka, akan menimbulkan kerutan di dahi atau senyuman tipis di bibir karena ternyata semua itu adalah hasil dari gue sendiri.

Gue nggak pernah berpikir sebelumnya, mengapa gue selalu tersenyum sendiri saat ada seorang reader yang me-review tulisan gue dengan segala tetek bengek pujian dan support-nya, juga saat gue merasa down dan kembali berpikir keras saat ada yang sebuah kritik yang menyelinap di antara review-review itu.

Gue nggak pernah berpikir, saat di mana gue benar-benar merasa 'sakau' akan harum buku baru, dan saat itu pula lah gue akan pergi ke toko buku untuk mencari sebuah buku demi memuaskan hasrat adiksi gue. Hingga tanpa sadar, lemari gue sudah penuh dengan buku-buku novel yang gue baca.

Gue nggak pernah menyangka, bahwa sastra akan menjadi bagian dari hidup gue. Bahwa proses cita-cita gue saat ini adalah memelajari berbagai hal mengenai sastra dan bahasanya. Dan, sebagian besar jadwal yang gue miliki adalah mendalami pelajaran itu.

Lalu, kenapa harus guru? Ada yang bilang, cita-cita kita di masa kecil pastilah akan berbeda dengan cita-cita kita di masa depan yang sesungguhnya. But, for sure, dari kecil cita-cita gue adalah menjadi seorang guru. Dan sampai sekarang, cita-cita gue itu nggak berubah. Yang akhirnya membawa gue masuk ke dalam sebuah universitas negeri di Jakarta, sebagai langkah awal juga proses untuk mencapai cita-cita gue tersebut.

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. So, cita-cita gue adalah menjadi seorang guru Bahasa Indonesia.

Gue nggak pernah berpikir sebelumnya, apa yang sebenarnya membawa gue pada semua hal itu. Pada cita-cita gue, pada mimpi-mimpi gue.

And I found that no reason for all destiny and dream.

Gue nggak punya alasan atau jawaban apapun atas semua itu. Yeah, maybe just: that's because I like. Itu karena gue suka. Tapi, not as simple that.

I just feel that ... that things comfort me. Semua hal itu membuat gue nyaman.

Seperti kata Flanney O' Connor, "I am a writer because writing is the thing I do best."

Gue menulis, karena gue merasa itu adalah hal terbaik yang bisa gue lakukan. Gue membaca karena itu hal terbaik yang bisa menghibur gue. Dan gue ingin menjadi guru karena itulah cita-cita terbaik yang gue miliki.

Semua itu memang nggak butuh alasan. Hanya butuh sebuah kenyamanan.

So, why should I?
Because there's no reason and this way just make me comfotrable.

As simple as that.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar