Followers

Minggu, 14 Juni 2015

[Day 14 #NulisRandom2015] Frühling: Chapter 14


Frühling;
.
.
Spring
.
.
Chapter 14: Answer
.
.
            Langkah tergesa, netra memandang awas, raut wajah gugup.
            Lift sudah berada di depan Kanae ketika akhirnya gadis itu menghembuskan napasnya dengan lega. Melepaskannya seolah sedari tadi karbondioksida terikat dalam dirinya, melarang oksigen baru hingga membuat napasnya tersengal dan menipis aneh.
            “Sial, aku merasa seperti sedang diburon.”
            Ting.
            Lift terbuka.
            “Nah, kau tidak membalas pesanku, Nona Shizuna.”
            Netra hitam sewarna batu oniks milik Kanae melebar. Refleks kejut membuat indera pengecapnya berteriak kecil. Sebelum kakinya kembali menarik diri untuk mundur, sebelah tangannya sudah lebih dulu ditarik sosok pencipta keterkejutannya barusan (sekaligus sosok yang seharian ini ia hindari) hingga akhirnya tubuh Kanae masuk ke dalam lift dengan sempurna.
            Pintu lift kembali tertutup.
            “Akihiro! Aku bisa berteriak dan melambai pada CCTV di dalam lift ini jika kau—“
            “Hei, aku selalu suka caramu menyebutkan nama depanku.”
            “—tidak melepaskanku!”
            Sret.
            Genggaman itu terlepas dengan mudahnya. Wajah Kanae memerah, entah karena terlampau marah, malu, kesal, atau hal-hal komplikasi lainnya.
            Setelah dirasa napas Kanae kembali normal, Akihiro kembali menyentuh tangan gadis itu. Dengan iseng, ia tekan tombol dua puluh—lantai teratas gedung ini. Padahal tujuan Kanae jelas ada di lantai sepuluh—ruang keja kakaknya. Dan, omong-omong, mereka masih berada di lantai enam.
            “Akihiro—“
            “—aku mengirimimu pesan semalam.”
            Sama sekali tak ada kesan menuntut pada suara Akihiro. Hanya nada lembut dan hangat. Membuat Kanae sangsi apa pria ini tengah menuntut penjelasannya atau memang hanya berbasa-basi?
            “A-aku tahu.”
            “Tapi kau tak membalas, hm?”
            Dan, ya. Pria ini memang sedang menuntut penjelasan.
            Kanae menghela napas, sesekali matanya melirik ke arah tombol lift—masih lantai sembilan. Kenapa pula tidak ada pekerja lainnya yang naik? Aneh sekali.
            “Dengar, Akihiro. Apa hakmu untuk mengajakku berkencan, hah?”
            “Semua pria yang sedang jatuh cinta berhak mengajak kencan gadis yang dijatuhi cintanya itu, kan?”
            Kenapa gagasannya aneh sekali.
            “Ya … memang.” Kanae membalas cepat sebelum kembali mengujar. “Dan apa untungnya jika aku menerima ajakanmu?”
            Akihiro melirik tombol-tombol di sisi lift. Lantai enam belas.
            “Hm … kutraktir makan di kedai kaki lima yang sederhana? Kuajak kau keliling Tokyo dengan motor alih-alih sedan mengilap? Kubawa kau ke pasar malam di desa-desa terpencil yang sangat berbeda dengan Disneyland? Dan, hal-hal lain semacam itulah.”
            Kanae sudah melongo, namun Akihiro tersenyum tipis.
            “Bagian mananya yang menguntungkan, Akihiro-baka(*)!”
            Tawa Akhiro pun meledak. Lift sudah berada di lantai dua puluh, bersiap untuk kembali turun ke lantai tujuan mereka. Dan Akihiro kembali menarik Kanae mendekat.
            “Itulah. Keuntungannya, kau akan tahu bahwa hal-hal sederhana semacam itu ternyata lebih mudah membawa kebahagiaan ke dalam hidupmu yang membosankan, Kanae.”
            Entah terhipnotis atau apa, Kanae hanya terpaku ketika Akihiro melarikan jari-jemarinya di sepanjang wajah hingga rahangnya.
            “Tapi, aku tidak memaksa.” bisik pria itu cepat.
            Lift akhirnya berdenting, menunjukkan mereka telah sampai di lantai tujuan. Pintu lift  terbuka, dan Akihiro sudah bersiap untuk keluar ketika Kanae menahan sebelah tangannya.
            “Baiklah. Aku mau.”

To Be Continued.

(*)bodoh

Mumpung ada waktu nulis dan publish lebih cepat dari biasanya, saya manfaatkan, yea xD 466 words for lift's incident. Kepenginnya bikin pembaca diabetes, tapi boro-boro, ya. Manis aja enggak :(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar