Frühling;
.
.
—Spring
.
.
Chapter
12: Light
.
.
Ia datang
seperti cahaya terang yang menembus sisi kelam dasar hatinya; segala
antusiasmenya, optimismenya, senyum lebarnya, tatapan teduhnya.
Ia
terlalu terang bagi Kanae, terang yang menyesakkan, namun, akan selalu
membantumu keluar dari kegelapan pekat.
Seperti
namanya.
“Kau
sering pulang terlambat akhir-akhir ini.”
Shiro
mengujar pelan, seraya menyesap chamomile
tea-nya dengan hikmad. Koran pagi tak lagi menjadi prioritas. Kini, matanya
tertuju pada adik satu-satunya yang tengah menyesap susu cokelatnya. Kalau
seperti ini, dalam balutan dress
rumahan yang sederhana, Kanae terlihat semakin mungil. Seolah tenggelam dalam
balutan bajunya tersebut.
Di
antara sesapannya, Kanae mendongak, tersenyum kecil pada pria yang dicintainya.
“Ada seseorang yang selalu kutemui selepas jam pulang kantor akhir-akhir ini.”
Tak
ada untungnya jika ia menutup-nutupi. Toh, selama ini mereka memang saling
jujur. Jika bukan pada mereka, pada siapa tautan saling itu terlontar? Tak ada
lagi. Hanya mereka berdua.
Sedang
di seberangnya, Shiro tak dapat memikirkan hal-hal lain selain pertanyaan yang
dengan cepat melesat di kepalanya.
“Siapa?”
Maka
tanya itupun ia lontarkan.
Kanae
tak segera menjawab. Ia habiskan susu cokelat yang mulai mendingin di
cangkirnya. Kehangatan menjalari perut. Lidahnya mengecap rasa manis yang familiar,
kesenangannya. Kemudian, netra itu menaut milik Shiro, sama hitamnya, sama
kelamnya. Gadis itu menghela napas, sebelum akhirnya menjawab yakin.
“Akihiro.
Deisuke Akihiro.”
Yang
akhir-akhir ini, entah mengapa membuat harinya lebih terlihat terang.
To
Be Continued.
215 words untuk mendeskripsikan bagaimana perasaan Kanae yang mulai berdivergensi :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar