Rindu aku?
Aku merindukanmu.
...
Pernah kau hitung sudah berapa lama kita berjarak? Hampir satu dekade. Bertahun-tahun waktu yang kurasa singkat ini, akan tetap terasa lama bila ingatanku kembali pada masa-masa itu.
Masa di mana seorang pria kecil berumur sepuluh tahun menggapai jemari mungilku, mengajakku—sang gadis kecil berkawat gigi pergi ke sebuah taman indah yang tersembunyi di antara hamparan rumah sekitar komplek kita. Mengajaknya duduk bersisian menatap langit senja yang berhias semburat merah. Persis seperti pipiku yang merona.
Itu pertama kalinya aku jatuh cinta dengan senja.
Lalu kau mulai bicara, berlagak seperti orang dewasa yang mengerti segala sesuatu. Menatapku seperti saat Kak Vedy—kakak laki-lakiku, menatap pacarnya. Berkata bahwa kau akan pergi jauh sekali. Dalam kurun waktu yang lama.
Lalu kau mengucapkannya. Sebuah janji yang mungkin terdengar begitu polos dan tak berarti apapun. Tapi, entah mengapa, aku seolah menangkap janji itu. Bersiap menyimpannya dalam-dalam hanya untuk berharap suatu saat akan ia tepati;
"Aku pasti pulang padamu."
Aku bahkan belum mengenal arti janji saat itu. Yang kutahu, aku menangis tersedu-sedu saat akhirnya tak ada lagi kau di hari esok yang mengajakku bermain. Tak ada lagi pria kecil bergigi ompong yang sama-sekali tak segan tersenyum lebar di hadapanku.
Lama, aku berpegang pada janji itu. Aku masih kecil, tak mengerti apa-apa tentang ucapanmu itu. Dan bahkan, mungkin kau juga belum mengerti sebuah kata 'janji' yang kau ucapkan padaku saat itu. Hanya sebuah ucapan polos dari anak kecil berumur sepuluh tahun.
Aku tak mengerti, tetapi aku tetap menunggu.
Lalu aku beranjak remaja. Saat-saat pengaruh pikiran dan otakku sudah mulai dipengaruhi oleh hal-hal rasional dan irasional. Aku mengerti cinta, aku mengerti mimpi, aku mengerti janji.
Namun aku tetap tak mengerti arti janjimu saat itu.
Aku menjalani hari seperti biasa. Dan seringkali terlupa janjimu pada akhirnya. Tak pernah bermaksud ataupun berusaha, hanya saja akan terlupakan pada sendirinya.
Namun, yang kutemukan pada akhirnya adalah aku tetap menunggumu.
Satu dekade telah berlalu, dan waktu mendewasakanku. Ada banyak hal di masa lalu yang akhirnya kupahami dan kumengerti. Frase-frase lewat secara bergantian, membawaku pada senuah kehidupan yang lebih mawas dari sebelum-sebelumnya.
Aku pernah jatuh cinta, aku pernah memiliki kekasih. Aku hidup seperti gadis normal lainnya, bukan lagi gadis kecil berkawat gigi yang akan menangis keras saat mainannya di ambil. Sebut aku naif, tapi cinta ternyata hanya sebuah lambang. Aku tak menangis saat akhirnya aku dan kekasihku putus karena di 'ambil' seseorang temanku yang lain. Karena sepertinya, mainanku di masa kecil akan lebih berharga dibanding-nya.
Sepotong rindu sering menghampiriku di malam-malam. Yang akhirnya kembali membawaku pada masa itu. Mempertanyakan tentang sebuah janji yang absurd dan tak kasat mata. Sebuah janji seorang anak kecil yang mudah dipahami tetapi sulit kumengerti.
Ia akan pulang padaku.
Begitu. Tapi tak sekalipun lagi kutemukan dirinya. Baik di taman ataupun di depan pagar rumahku. Padahal ia berkata akan pulang, padaku. Bukan pada rumahnya.
Lantas, apa yang bisa kuberikan jika ia pulang padaku? Sedangkan hanya rumah yang menjadi jawaban dari setiap tujuan untuk pulang.
Satu dekade tetap membuatku tak mengerti atas janji dan penantianku. Mengapa aku tetap menunggu? Sedangkan janjimu tak kumengerti sama sekali. Mengapa aku tetap menunggu? Sedangkan kau tak pernah berkata apa-apa lagi.
"Aku pulang, Sena."
Dan ketika itu, aku mendapatkan jawabannya. Saat setelah sepuluh tahun menunggu, dirinya muncul di hadapanku. Dengan segala fisik yang sepenuhnya berubah. Dan saat tiga buah kata terluncur begitu saja dari bibir tipisnya.
Aku mencintainya.
Dan aku adalah rumahnya. Di mana pada akhirnya, akulah tempatnya kembali pulang.
"Rindu aku?"
Saat itu juga aku tahu ada rindu yang lebih besar dalam setiap hari-harinya. Ada cinta yang lebih besar tersorot pada mata hitam kelamnya yang teduh.
"Aku merindukanmu."
Maka, aku pun akhirnya menemukan rumahku. Dari sesosok pria kecil yang kini bersubtitusi dengan sosok sempurna di hadapanku. Dan aku tahu, ialah tempatku pulang pada akhirnya.
Because you're the place where I'll come home to, Regan.
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar