Frühling;
.
.
—Spring
.
.
Chapter 1: Eyes
.
.
Suara
bising, langkah-langkah cepat, tawa di sana-sini.
Namun
dunia Akihiro seakan berhenti ketika melihat iris sewarna batu oniks yang
memaku itu. Hitam pekat, sekelam malam. Dinaungi oleh bulu-bulu lentik serta
kelopak lebar, membuat Akihiro ingin tenggelam bersama dengan netra gelap itu.
Pemiliknya
adalah seorang gadis mungil berambut hitam pendek sebatas leher. Gadis itu
tengah berdiri di sudut ruang pesta, memakai dress pendek sehitam warna
matanya, jemarinya memegang gelas bening berisi likuid kecokelatan—wine.
Di
antara para entitas yang datang di pesta privat kantornya ini, gadis itu seolah
ingin mengasingkan diri. Dan lagi, Akihiro tak pernah melihatnya sebelum ini.
Apa ia melewatkannya? Tidak mungkin. Akihiro yakin tidak mungkin ia dapat melewatkan
mata indah itu. Mata yang terlalu indah untuk sekadar dipandang sekilas.
“Akihiro!
Sedang apa di sana?”
Dengan
gerakan refleks, Akihiro memalingkan pandangan ke asal suara. Sei—teman satu divisinya, melambai
antusias. Akihiro hanya mengangguk enggan sebelum akhirnya memutuska untuk
bergabung bersama Sei, meninggalkan lamunannya yang melantur semenjak tadi.
Namun, sebelum itu, ia sempatkan kembali untuk menoleh ke arah si gadis mungil.
Hanya saja, pria itu kembali terkejut ketika tak mendapati sosok itu di sudut
ruang pesta. Menghilang. Gadis itu sudah lenyap.
“Hei,
Akihiro! Cepat!”
Tak
ingin memikirkan lebih jauh, akhirnya Akihiro segera memalingkan pandangan dan
bergegas melangkah menuju Sei.
“Ada
taruhan banyak-banyakan minum wine di
sana, yang menang akan ditraktir makan siang satu minggu oleh si penantang. Kau
mau ikut, tidak?”
Akihiro
hanya mengernyit tak suka, alisnya mengerut dalam, “heh, kau mau membuatku
hangover? Asal tahu saja, rumahku jauh dari sini, baka.”
Sei
terkekeh singkat, kepalanya berkedik ke arah kerumunan kecil yang dipenuhi oleh
gelas-gelas wine. “Aku hanya menawarkan. Kulihat penantangnya sangat menarik
perhatian. Lihat itu.”
Dan
saat itu juga, kedua mata Akihiro melebar. Di sana, di kerumunan kecil itu, ia
melihat gadis mungil yang sedari tadi menyita atensinya dan hilang begitu saja.
Dan yang membuatnya begitu terkejut adalah kenyataan bahwa gadis itu yang
menjadi pusat dari kerumunan kecil tersebut. Yang menjadi penantang.
Seperti
ada sesuatu yang merasukinya, tiba-tiba saja Akihiro menjadi sangat
bersemangat.
“Hei,
Sei, sepertinya … taruhan itu tak terlalu buruk.”
Sei
menyeringai pelan ketika Akihiro melangkah yakin ke arah kerumunan, dan dengan
penuh percaya diri berdiri di hadapan si penantang.
“Wah,
wah, kita mendapatkan si penerima tantangan!”
Akihiro
mengulum senyum. Netranya tertumbuk pada oniks kelam gadis di hadapannya ketika
ia berbicara, “boleh aku meminta penawaran lain jika aku menang?”
Si
gadis yang ditatap mengernyitkan alis, membuat Akihiro tak tahan untuk
memperlebar senyum di sudut bibirnya. Manis sekali.
“Apa?”
Suara
itu bagai resonansi indah di antara suara bising musik bertempo cepat di
ruangan sekitarnya. Membentuk notasi-notasi tak kasat mata yang akan Akihiro
terus ingat dalam memori otaknya. “Kalau aku menang, aku mau kau berkencan
denganku.”
Sekali
lagi, iris oniks cantik itu melebar. Merefleksikan keterkejutan dalam diri si
gadis penantang.
“Kenapa?
Keberatan? Atau … takut?”
Akihiro
balas menatap dengan angkuh, seolah ingin mengisap abis kepercayaan diri si
mungil yang berdiri di hadapannya.
“Tidak,
tidak. Aku setuju Tuan … siapa?”
Akihiro
kembali tersenyum, mengangkat sudut bibirnya tanpa takut jika tak akan pernah
lepas lagi. “Akihiro. Dan … kau?”
“Kanae.
Namaku Kanae.”
Diam-diam,
Akihiro menyimpan nama itu di sudut terdalam ruang hatinya.
To
Be Continued.
Story only 521 words. Dibuat untuk event
#NulisRandom2015 yang diadakan NulisBuku. Mungkin, cerita ini perchapter-nya
hanya akan berisi more or less 500 kata saja. Semoga bisa konsisten nulis 30 hari ya
:3 Btw, ini setting-nya di Jepang, ya. Maaf kalau judulnya sok-sokan germanis ;p maybe any constructive critism? Thanku :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar